Persepsinews.com, Balikpapan – Anggota Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Dr. H. Yusuf Mustafa, S.H., M.H. menggelar Penguatan Demokrasi Daerah ke-12, mengangkat tema “Hak dan Kewajiban Pasar dan Dunia Usaha”, kegiatan yang berlangsung di kawasan Batu Ampar, Balikpapan Utara, Minggu (21/12/2025), ini menempatkan pelaku usaha dan masyarakat sebagai subjek utama demokrasi ekonomi, bukan sekadar objek kebijakan.
Yusuf Mustafa menegaskan bahwa demokrasi tidak berhenti pada proses pemilu atau ruang politik formal. Dalam praktiknya, demokrasi juga harus hadir dalam relasi antara negara, pelaku usaha, dan masyarakat, terutama di ruang-ruang ekonomi seperti pasar.
Menurutnya, banyak konflik ekonomi di daerah berakar dari ketimpangan pemahaman antara hak dan kewajiban. Pelaku usaha sering menuntut perlindungan dan kemudahan, sementara kewajiban terhadap aturan, lingkungan, dan kepentingan publik kerap terabaikan. Di sisi lain, masyarakat sebagai konsumen dan warga juga perlu memahami batasan haknya agar tercipta iklim usaha yang sehat.
“Pasar dan dunia usaha adalah denyut kehidupan masyarakat. Kalau relasinya tidak dibangun secara adil dan demokratis, maka yang muncul bukan kesejahteraan, tapi konflik,” tegas Yusuf, Minggu (21/12/2025).
Ia menilai penguatan demokrasi ekonomi menjadi penting di tengah pertumbuhan kota-kota seperti Balikpapan yang terus bergerak sebagai pusat jasa dan perdagangan. Tanpa kesadaran hukum dan etika usaha, perkembangan ekonomi justru berpotensi menciptakan ketimpangan baru.
Diskusi ini menghadirkan dua narasumber dengan latar belakang praktis dan birokratis. Ir. Nurdin Ismail menyoroti pentingnya kepastian regulasi bagi pelaku usaha agar aktivitas ekonomi dapat berkembang tanpa mengorbankan kepentingan publik. Sementara itu, Drs. Sutarno menekankan peran masyarakat dalam mengawasi praktik usaha agar tetap berjalan sesuai aturan dan nilai keadilan.
Keduanya sepakat bahwa demokrasi ekonomi tidak bisa berjalan satu arah. Negara harus hadir sebagai pengatur dan pengawas, pelaku usaha wajib patuh dan bertanggung jawab, sementara masyarakat perlu aktif dan kritis.
Diskusi yang dipandu moderator Puroso berlangsung dinamis. Peserta yang sebagian besar berasal dari warga setempat dan pelaku usaha kecil menengah turut menyampaikan kegelisahan mereka, mulai dari persoalan perizinan, persaingan usaha, hingga perlindungan terhadap pedagang kecil.
Bagi Yusuf Mustafa, kegiatan PDD ini bukan sekadar agenda formal legislatif, melainkan upaya membangun kesadaran kolektif bahwa demokrasi harus menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Kalau demokrasi hanya dipahami sebagai urusan elite dan politik lima tahunan, maka kita kehilangan esensinya. Demokrasi sejati itu hidup di pasar, di tempat orang bekerja, berdagang, dan mencari nafkah,” tutupnya. (Red)













