Persepsinews, Samarinda – Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik mengatakan, meski secara umum ketahanan pangan di Benua Etam cukup baik dengan Indeks Ketahanan Pangan (IKP) di atas rata-rata nasional, namun, sejumlah komoditas pangan masih mengalami keterbatasan dan harus didatangkan dari luar daerah.
Menurut Akmal Malik, pemenuhan kebutuhan pangan dari luar daerah memiliki dua sisi positif dan negatif.
Jika dilihat dari sisi pedagang dan distributor, mendatangkan pangan dari luar daerah dapat berdampak terhadap peningkatan lapangan kerja baru dan memberi keuntungan secara ekonomi.
Namun, dari perspektif jangka panjang kondisi saat ini bisa menjadi persoalan karna kebutuhan pangan menjadi kebutuhan vital.
Dalam Press Conference yang digelar di ruang VVIP Rumah Jabatan Gubernur Kaltim, Akmal Malik menyebut, Kaltim harus berusaha terus memperkuat ketahanan pangan dan mandiri.
“Usaha itu diperlukan sebagai bentuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu atau dalam beberapa tahun ke depan, pasokan beras dari Sulawesi Selatan atau dari Jawa Timur berkurang ke Kaltim, karena kedua daerah tersebut mengalami penurunan produksi beras akibat perubahan iklim,” katanya, Sabtu (16/3/2024).
Untuk mempertahankan produksi beras, Akmal Malik memastikan Dinas Pangan, Ketahanan Pangan dan Holtikultura Kaltim telah mengidentifikasi lahan sawah yang kesulitan air.
Dalam hal ini Pemprov akan membantu petani melalui mesin pompa air, agar bisa menyedot air dari sungai-sungai ke sawah yang digarap petani.
Terutama untuk mengaktifkan kembali lahan pertanian sebesar 3000 ha di wilayah PPU dan Paser yang mulai kurang produktif akibat keterbatasan air.
“DPTPH Kaltim akan bangun budaya petani, saya besok undang staf khusus petani, petani banyak, kita dorong itu air, saya minta si 2024 perubahan anggaran saya minta ada pompanisasi karna kalau ada air semua bisa diatasi,” tutur Akmal.
Menurutnya, saat ini lonjakan harga beras dan bahan pangan lainnya, seperti cabai, telur, dan lainnya masih bisa diatasi Pemprov/Pemkab/Pemkot di Kaltim, karena fiskal yang tersedia memadai dan daya beli masyarakat masih bisa menjangkau harga-harga yang bergerak naik.
Meski kondisi saat ini masih dalam kondisi “terkendali”, tapi perlu juga diantisipasi jika terjadi perubahan kondisi.
“Seperti fiskal pemerintah yang melemah, daya beli masyarakat turun dan suplai bahan pangan dari daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Timur tersendat karena produksi berasnya menurun,” pungkasnya. (Ozn)