Persepsinews.com, Jakarta – Mantan Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Abdul Gafur Mas’ud, memberikan kesaksian mengejutkan terkait dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dari balik Lapas Balikpapan, Gafur mengungkapkan bahwa selama lima bulan menjadi tahanan yang dituakan di Rutan KPK, ia diwajibkan menyetor Rp 90 juta setiap bulan kepada petugas rutan.
Kesaksian tersebut disampaikan Gafur dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Senin (30/9/2024).
AGM mengakui bahwa ia mengumpulkan uang setoran tersebut dari para tahanan lain.
Namun, karena tidak semua tahanan mampu membayar, ia sering menutupi kekurangan agar tetap bisa mencapai nominal yang ditargetkan.
“Kadang jumlah tahanan tidak mencukupi untuk mencapai Rp 90 juta. Jika hanya ada 14 tahanan, saya harus menambahkan sisanya dari kantong pribadi,” ungkap Gafur di persidangan.
Selain uang setoran rutin bulanan, Gafur juga mengungkapkan bahwa sebelum mendapatkan status “tahanan yang dituakan,” ia harus membayar Rp 20 juta untuk mendapatkan fasilitas ponsel dan pemindahan dari ruang isolasi.
Setelah itu, ia juga dikenakan iuran bulanan antara Rp 5 juta hingga Rp 8 juta, tergantung jumlah tahanan yang ada di rutan.
Lebih lanjut, Gafur mengungkapkan biaya tambahan lainnya, seperti Rp 300 ribu untuk setiap kali pengecasan ponsel.
Pengakuan ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik pungli di Rutan KPK yang memberikan fasilitas khusus bagi tahanan yang mampu membayar.
Kesaksian Gafur menambah sorotan terhadap pengelolaan Rutan KPK, terutama terkait fasilitas istimewa yang diperoleh tahanan dengan membayar sejumlah uang. Pengakuan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan integritas dalam pengelolaan rutan lembaga antikorupsi tersebut. (Red)