Persepsinews.com, Samarinda – Koalisi Pers Kalimantan Timur (Kaltim) yang terdiri atas Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Samarinda, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kaltim, mengecam keras praktik doxing terhadap jurnalis dan pelaku media di Samarinda.
Doxing penyebaran data pribadi untuk tujuan intimidasi ditengarai semakin marak pasca-pemberitaan kritis soal kekuasaan daerah.
Ketua AJI Samarinda Yuda Almerio menyatakan bahwa doxing merupakan teror digital yang merusak kebebasan pers dan hak warga untuk mendapatkan informasi akurat.
Berdasarkan data AJI Indonesia, sepanjang 2024 tercatat 91 kasus kekerasan terhadap jurnalis, dengan tren serangan digital meningkat, khususnya menjelang tahun politik.
“Di Samarinda sendiri kami memantau empat kejadian doxing dan peretasan situs media online selama tahun lalu,” ungkap Yuda.
Senada, Ketua PWI Kaltim Rahman menyoroti lemahnya perlindungan hukum bagi insan pers. Menurutnya, kritik terhadap kebijakan publik justru semakin rawan mendapat balasan intimidasi. Ia mendorong para pejabat dan pribadi yang merasa dirugikan menempuh mekanisme resmi di Dewan Pers dibanding melakukan teror digital.
“Doxing adalah tindakan pengecut. Gunakan jalur klarifikasi jika ada pemberitaan keliru,” tegas Rahman.
Ketua IJTI Kaltim Priyo Puji Mustofan menambahkan bahwa ruang maya seharusnya menjadi media diskusi konstruktif, bukan sarana menjatuhkan martabat orang lain. Penggunaan teknologi AI dan jejaring sosial tanpa kebijaksanaan, menurutnya, memperbesar risiko kebocoran data dan penyalahgunaan informasi.
“Jejak digital tak terhapus—sekali bocor, korban sulit pulih,” ujarnya.
Koalisi Pers Kaltim menegaskan perlindungan jurnalistik merupakan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mereka menuntut:
- Penyelidikan tuntas oleh aparat penegak hukum terhadap pelaku doxing dan kekerasan digital.
- Perkuat perlindungan data di platform media sosial dan kemudahan mekanisme pelaporan konten berbahaya.
- Jaminan kebebasan pers dari pemerintah dan lembaga negara sebagai pilar demokrasi.
- Solidaritas lintas organisasi media untuk melawan intimidasi tanpa memandang latar institusi.
Koalisi juga mengajak masyarakat luas berperan aktif menjaga ekosistem digital agar tetap sehat dan menghormati kerja jurnalistik.
“Tanpa pers yang bebas dan aman, demokrasi kita akan kehilangan pijakan,” pungkas Yuda. (Red)