
Persepsinews.com, Samarinda – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) dengan tegas menyatakan keseriusannya dalam memperkuat sistem pengawasan dan pengelolaan dana desa di seluruh wilayah Bumi Etam.
Penegasan ini muncul menyusul mencuatnya kasus korupsi dana desa senilai Rp2,1 miliar di Kabupaten Kutai Timur, yang menjadi lampu kuning bagi tata kelola keuangan di tingkat pemerintahan desa.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim memastikan bahwa langkah-langkah pencegahan akan diperketat secara signifikan, berfokus pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia di desa dan penguatan mekanisme pelaporan berjenjang.
Kepala DPMPD Kaltim, Puguh Harjanto, menekankan bahwa filosofi dasar dalam setiap pengelolaan anggaran publik, termasuk dana desa, adalah akuntabilitas.
Setiap rupiah yang digulirkan dari kas negara dan digunakan untuk pembangunan di tingkat desa wajib dipertanggungjawabkan secara transparan, baik dari sisi administrasi keuangan maupun aspek hukum yang berlaku.
“Prinsip kami sangat jelas, yaitu semua penggunaan dana harus akuntabel. Karena itulah, pelatihan dan bimbingan teknis (Bimtek) bagi seluruh aparatur desa terus kami lakukan sebagai langkah preventif yang tidak boleh putus,” tegas Puguh.
Dirinya menambahkan bahwa pencegahan melalui edukasi dan peningkatan kapasitas adalah investasi jangka panjang untuk meminimalisasi niat dan kesempatan tindak pidana korupsi.
Puguh menjelaskan bahwa DPMPD Kaltim tidak bekerja sendirian dalam menjaga integritas pengelolaan dana desa. Sistem pengawasan di Kaltim dirancang secara multi-lapis melalui kolaborasi resmi dengan institusi penegak hukum dan pengawas keuangan.
Kerjasama strategis telah dijalin dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kaltim.
Kolaborasi kelembagaan ini menjadi instrumen penting untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan anggaran sejak dini.
“Kehadiran Kejati memberikan pendampingan hukum dan pencegahan, sementara BPKP berperan dalam asistensi pengawasan internal pemerintah,” ucap Puguh.
Sinergi ini sekaligus memperkuat pemahaman aparatur desa terhadap regulasi yang kompleks mengenai pengelolaan keuangan negara dan pertanggungjawaban publik.
Selain itu, Pemprov Kaltim juga mewajibkan pemerintah desa untuk melaksanakan pelaporan penggunaan dana secara berjenjang. Mekanisme ini melibatkan inspektorat kabupaten dan DPMPD Kaltim sebagai penerima laporan.
“Desa diwajibkan melaporkan secara berjenjang melalui inspektorat di tingkat kabupaten, kemudian tembusan dan hasilnya disampaikan kepada DPMPD Provinsi. Ini adalah jalur pengawasan berlapis yang memungkinkan kami dan aparat terkait untuk melakukan deteksi dini terhadap indikasi penyimpangan sebelum menjadi kasus hukum,” tambah Puguh.
Kasus korupsi di Kutai Timur, lanjut Puguh, harus menjadi refleksi dan pengingat keras bahwa upaya edukasi dan pengawasan tidak boleh kendor.
Penanganan korupsi, menurutnya, tidak hanya melulu soal penindakan hukum yang dilakukan oleh aparat, tetapi yang lebih fundamental adalah memastikan seluruh aparatur desa di Kaltim memiliki kapasitas, pemahaman yang benar, dan sistem kontrol internal yang memadai.
DPMPD Kaltim berkomitmen untuk terus menyempurnakan kurikulum pelatihan yang fokus pada manajemen risiko keuangan desa, pengadaan barang dan jasa, serta etika pelayanan publik.
Tujuannya adalah membangun integritas aparatur desa agar mereka dapat melaksanakan tugas pembangunan dengan optimal dan penuh tanggung jawab.
Puguh berharap, melalui penguatan sistem dan komitmen bersama dari seluruh stakeholder, pengelolaan dana desa di Kaltim ke depan dapat semakin transparan, akuntabel, dan sepenuhnya mematuhi aturan yang berlaku.
“Kami berharap kasus serupa tidak kembali terulang di Kaltim. Dana desa harus sepenuhnya digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa, bukan untuk kepentingan pribadi,” tutupnya. (CIN/Adv/Diskominfokaltim)













