
Persepsinews.com, Samarinda – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) secara resmi mengumumkan adanya delegasi kewenangan yang strategis dari Pemerintah Pusat terkait penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP), khususnya untuk skala usaha kecil.
Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, menegaskan bahwa perubahan kebijakan ini merupakan langkah progresif dan konsisten dalam mewujudkan desentralisasi terbatas yang berpihak pada ekonomi kerakyatan dan pemerataan manfaat sumber daya alam (SDA) di daerah.
“Kebijakan ini sekaligus menepis anggapan bahwa pemerintah daerah hanya berperan pasif dalam pengelolaan sektor vital pertambangan,” katanya.
Penegasan ini disampaikan Rudy Mas’ud saat menanggapi berbagai pertanyaan publik dan dorongan dari kelompok masyarakat sipil mengenai perlunya percepatan desentralisasi pengelolaan tambang.
Gubernur menjelaskan bahwa setelah periode sentralisasi penuh, kini telah terbuka ruang kewenangan yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Pemprov Kaltim untuk mengatur potensi tambang yang berskala terbatas.
Inti dari kebijakan baru ini adalah penetapan ambang batas luasan lahan yang dikelola. Rudy Mas’ud secara eksplisit menyebutkan kelompok penerima manfaat utama dari kewenangan yang kembali ke daerah ini.
“Saat ini daerah sudah diberi kewenangan IUP. Untuk lahan di bawah 2.500 hektare, bisa dikelola melalui skema ekonomi lokal seperti koperasi, organisasi masyarakat (ormas), termasuk melalui IUPR (Izin Usaha Pertambangan Rakyat),” jelas Rudy.
Skema afirmasi ini dinilai sangat penting sebagai upaya konkret pemerintah provinsi dalam mengeliminasi disparitas manfaat hasil tambang.
Dengan memberikan akses pengelolaan kepada koperasi dan organisasi yang berakar kuat di tengah masyarakat lokal, pemerintah berharap rantai nilai dan keuntungan dari sumber daya tambang dapat disalurkan langsung untuk kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan, alih-alih hanya dikuasai oleh segelintir perusahaan besar.
“Pemberian kewenangan ini diharapkan mampu mendorong kemandirian ekonomi daerah dan menciptakan lapangan kerja yang lebih merata,” tuturnya.
Meskipun kewenangan telah dilimpahkan, Gubernur Rudy Mas’ud menekankan bahwa kebijakan desentralisasi terbatas ini tidak boleh ditafsirkan sebagai lampu hijau untuk proses perizinan yang longgar atau bebas dari kontrol.
Pemerintah Provinsi menaruh perhatian besar pada aspek tata kelola lingkungan, keselamatan kerja, dan kepastian hukum.
“Namun demikian, perlu dicatat bahwa seluruh permohonan IUP ini tetap harus melalui prosedur verifikasi berlapis yang ketat di tingkat kabupaten dan kota setempat, dan harus didaftarkan ke pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM,” tambahnya.
Proses verifikasi ini memegang peranan krusial. Di tingkat kabupaten/kota, tim verifikator harus memastikan bahwa lahan tambang yang diajukan benar-benar bebas dari konflik lahan, tidak tumpang tindih dengan IUP perusahaan lain, dan yang paling penting, tidak melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ditetapkan.
Mekanisme pengawasan berlapis ini menjadi upaya Pemprov Kaltim dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dan menjamin kepastian hukum bagi para pengelola tambang rakyat, sekaligus meminimalisir praktik penambangan ilegal.
Dengan kewenangan yang telah diberikan, Pemerintah Provinsi Kaltim memiliki target besar: mewujudkan tata kelola sumber daya alam yang lebih lincah (agile), adil, dan berkelanjutan.
Pemerintah menargetkan skema desentralisasi terbatas ini dapat memperkuat kontribusi sektor pertambangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan ekonomi lokal secara signifikan, sekaligus membuka peluang usaha yang terintegrasi bagi masyarakat di sekitar wilayah pertambangan.
Kebijakan ini menandai komitmen Pemprov Kaltim untuk mengintegrasikan sektor informal ke dalam kerangka hukum IUPR, demi terciptanya akuntabilitas dan keselamatan yang lebih baik. (CIN/Adv/Diskominfokaltim)













