Persepsinews.com, Kukar – Setelah resmi melantik Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), sebanyak 3.870 orang, Pemkab Kutai Kartanegara terus mencari formula ideal untuk menyelaraskan pengelolaan tenaga honorer dengan keterbatasan anggaran daerah dan tuntutan regulasi pusat.
Pemerintah setempat kini dihadapkan pada kompleksitas kebijakan tenaga honorer, menyusul aturan tegas dari pemerintah pusat terkait larangan penggajian dengan nomenklatur honorer mulai tahun depan.
Bupati Kukar Edi Damansyah seusai Pelantikan di Stadion Aji Imbut,Tenggarong,orang nomor satu di Kukar tersebut menyampaikan bahwa pihaknya masih menggodok sejumlah opsi terbaik bersama kementerian terkait agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja sepihak terhadap ribuan tenaga non-ASN yang telah mengabdi bertahun-tahun.
“Kami tidak ingin mengambil langkah gegabah. Semua harus berbasis hukum, kemampuan fiskal, dan rasa keadilan terhadap para tenaga kerja,” ucap Edi pada Senin (26/5/2025),pagi.
Pemkab Kukar mencatat, dari total 5.776 peserta seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), sebanyak 3.870 orang telah dilantik pada tahap pertama, dan sekitar 1.300 lainnya akan menyusul pada gelombang kedua.
Namun, terdapat sekitar 990 orang yang masuk kategori Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan kini menjadi perhatian utama dalam penentuan kebijakan selanjutnya.
“Penempatan melalui sistem outsourcing menjadi salah satu alternatif yang sedang dikaji, meski ini belum final dan mendapat banyak masukan dari berbagai elemen, termasuk serikat pekerja,” imbuhnya.
Dalam penjelasannya, Edi menyebutkan bahwa mereka tidak hanya mempertimbangkan efisiensi, tetapi juga keberlanjutan dan akuntabilitas sistem kerja yang dijalankan oleh P3K maupun tenaga honorer yang belum lolos seleksi.
“Evaluasi tahunan menjadi mekanisme wajib untuk menjaga kualitas dan produktivitas kinerja. Kontrak satu tahun yang dapat diperpanjang adalah bentuk dari sistem itu,” tegasnya.
Pada tahun anggaran 2025, total APBD Kukar mencapai Rp11,66 triliun, dengan alokasi belanja pegawai menyentuh angka 23,44 persen. Persentase ini dinilai cukup tinggi, sehingga kebijakan pengelolaan tenaga kerja harus dijalankan dengan pertimbangan matang.
“Batas maksimal belanja pegawai itu 30 persen. Kalau sampai melampaui itu, kita akan terganggu dalam belanja pembangunan. Jadi, keseimbangan fiskal adalah prioritas,” ujar Edi.
Ia juga mengingatkan Forum Honorer dan seluruh pemangku kepentingan untuk memahami regulasi pusat, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K.
“Kami membuka ruang diskusi, tapi semua harus dilandasi semangat saling memahami dan mencari solusi terbaik bersama,” katanya.
Bupati menekankan bahwa Pemkab Kukar tetap memprioritaskan perlindungan terhadap para tenaga kerja yang telah mengabdi, termasuk kategori R2, R3, hingga TMS. Namun, langkah-langkah yang diambil harus tetap memperhatikan kemampuan daerah dan aturan hukum yang berlaku.
Langkah-langkah penyelamatan tenaga kerja ini disebut Edi sebagai bagian dari komitmen Pemkab Kukar untuk tidak hanya menjalankan instruksi pusat, tetapi juga memastikan tidak ada warga yang terdampak kebijakan tanpa solusi pengganti yang adil. (Rob/Adv Diskominfo Kukar)