Persepsinews.com, Samarinda – Penyidik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) telah melakukan penahanan terhadap MRF, seorang ASN di Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (UPT KPHP) Berau Pantai, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Penahanan ini terkait dengan dugaan kasus korupsi yang melibatkan penerimaan suap dari pengusaha hasil hutan dengan total nilai mencapai Rp7,744 miliar dalam rentang waktu lima tahun.
MRF resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP 09/O.4/Fd.1/08/2024 tertanggal 21 Agustus 2024. Pejabat tersebut diduga melanggar Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. Penahanan MRF dilakukan untuk jangka waktu 20 hari sejak tanggal 21 Agustus 2024 hingga 9 September 2024 di Rutan Kelas IIA Samarinda.
Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Sodarta, menjelaskan bahwa MRF, dalam kapasitasnya sebagai PNS pada UPTD KPHP Berau Pantai, menerima sejumlah uang dengan total mencapai Rp7,744 miliar.
“Uang tersebut diterima melalui transfer bank atas nama tersangka dari beberapa saksi sebesar Rp7,259 miliar, serta melalui rekening bank atas nama pihak lain sebesar Rp342.195.440 dan Rp143.794.000,” jelasnya.
Sodarta juga mengungkapkan bahwa uang tersebut dimaksudkan sebagai biaya untuk pengurusan berbagai dokumen terkait tata usaha kayu, termasuk Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), penyusunan Rencana Kerja Tahunan (RKT), Rencana Kerja Usaha (RKU), Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) Online, Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SLVK), dan biaya Ganis.
Semua ini terkait dengan perusahaan-perusahaan pemegang Hak Pemanfaatan Kayu.
“MRF menetapkan besaran biaya untuk pengurusan dokumen-dokumen tersebut dan mengajukannya kepada beberapa pihak swasta yang terkait,” tambah Sodarta.
Penahanan MRF dilakukan dengan alasan objektif dan subyektif, di antaranya adalah untuk mencegah tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, serta menghindari kemungkinan tersangka mengulangi tindak pidana. (Red)