Persepsinews.com, Samarinda – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) menetapkan dan menahan satu tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan keuangan pada Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) dalam rentang tahun 2017 hingga 2020.
Tersangka yang baru ditetapkan dan ditahan adalah MNH, Direktur Utama PT. GBU. Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan tim jaksa penyidik, MNH diduga kuat terlibat dalam praktik korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 21.202.001.888.
Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Asisten Intelijen Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, menjelaskan bahwa penetapan MNH sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik memperoleh bukti yang cukup, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Penahanan terhadap MNH merupakan tindak lanjut dari proses penyidikan yang sudah berjalan. Sebelumnya, penyidik juga telah menetapkan beberapa tersangka lain, yaitu IGS (Direktur Utama Perusda BKS), NJ (Kuasa Direktur dari CV. ALG), dan SR (Direktur Utama PT. RPB),” ujar Toni Yuswanto.
Dia menambahkan, MNH saat ini telah ditahan di rumah tahanan negara untuk masa penahanan awal selama 20 hari ke depan. Penahanan ini dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti ancaman pidana yang lebih dari lima tahun, serta potensi tersangka untuk melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
“Penahanan ini dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) huruf a KUHAP, yang mengatur bahwa tersangka dalam perkara dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun dapat ditahan guna kepentingan penyidikan,” jelasnya.
Kasus ini berawal dari kerja sama Perusda BKS dengan sejumlah perusahaan swasta dalam transaksi jual beli batubara pada periode 2017 hingga 2019. Berdasarkan hasil penyidikan, diketahui bahwa Perusda BKS menjalin kerja sama dengan lima perusahaan swasta, dengan total nilai transaksi mencapai Rp25.884.551.338.
Namun, kerja sama tersebut diduga dilakukan tanpa mengikuti prosedur dan mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Penyidik menemukan bahwa dalam perjanjian tersebut, tidak ada persetujuan dari Badan Pengawas Perusda BKS. Tidak ada izin atau persetujuan dari Gubernur Kaltim selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM). Tidak dilakukan proposal kerja sama, studi kelayakan, maupun analisis manajemen risiko terhadap pihak ketiga yang terlibat.
Akibat pelanggaran prosedur ini, kerja sama yang dilakukan Perusda BKS gagal dan berujung pada kerugian negara sebesar Rp21.202.001.888, sebagaimana tertuang dalam laporan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur tentang perbuatan pidana yang dilakukan secara bersama-sama.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kewenangan yang dapat merugikan keuangan negara, dapat dikenakan hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Sedangkan Pasal 3 UU Tipikor mengatur bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, menyalahgunakan kewenangan dengan cara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara, diancam dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara Rp50 juta hingga Rp1 miliar.
Penyidik Kejati Kaltim menegaskan bahwa penyidikan dalam kasus ini masih terus berjalan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru yang akan ditetapkan seiring dengan perkembangan bukti-bukti yang ditemukan di lapangan.
“Kami akan terus mendalami kasus ini untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang bertanggung jawab atas dugaan tindak pidana korupsi ini dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,” pungkas Toni. (Nto)