Persepsinews.com, Tanjung Redeb – Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Berau Coal akan berakhir pada April 2025. Isu perpanjangan izin perusahaan tambang terbesar di Bumi Batiwakkal ini memicu pro dan kontra di tengah masyarakat.
Ketua Komisi III DPRD Berau, Liliansyah, menegaskan bahwa setiap aspirasi dari masyarakat harus dihormati. Namun, ia juga mengingatkan pentingnya melihat situasi ini secara objektif, mengingat dampaknya terhadap perekonomian daerah.
“Saya menilai setiap aspirasi yang disampaikan adalah hak semua masyarakat. Tapi jangan lupa, kita harus melihat semuanya dengan objektif,” ujar Liliansyah kepada media, Rabu (19/2/2025).
Sebagai objek vital nasional (obvitnas), Berau Coal memiliki peran penting dalam menyumbang Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Kalimantan Timur. Jika operasionalnya dihentikan, maka daerah berpotensi kehilangan sumber pendapatan yang signifikan.
“Berau Coal ini sebagai penyumbang DBH terbesar, khususnya untuk Kaltim. Jika ini ditutup, maka daerah akan kehilangan pendapatan. Jadi saya kira kita harus bijak melihatnya,” tegasnya.
Pada tahun 2024, total investasi yang masuk ke Kalimantan Timur mencapai lebih dari Rp52 triliun, dengan sektor pertambangan menjadi penyumbang utama. Berau Coal menjadi salah satu perusahaan yang berkontribusi besar dalam investasi ini.
“Dari sekian banyak investasi yang masuk di Kaltim, Berau Coal ada di dalamnya. Apakah ada jaminan investor yang masuk ke Berau akan lebih baik? Ini jadi pertanyaan yang belum bisa terjawab juga,” kata Liliansyah.
Selain itu, keberadaan Berau Coal juga berdampak langsung pada lapangan pekerjaan. Setidaknya, ada sekitar 20 ribu tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada perusahaan ini.
Liliansyah mengingatkan agar pemerintah daerah mempertimbangkan segala aspek sebelum mengambil keputusan terkait perpanjangan izin operasional Berau Coal.
“Keputusan harus dibuat dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat Berau,” pungkasnya. (Red)