spot_img

Pilkada Langsung Dinilai Kian Sarat Money Politik, Andi Sofyan Hasdam Dorong Evaluasi Sistem Demokrasi

Persepsinews.com, Samarinda – Ketua Komite I DPD RI, Andi Sofyan Hasdam, menegaskan bahwa Indonesia perlu mengevaluasi ulang praktik pemilihan kepala daerah secara langsung. Menurutnya, biaya politik yang kian membengkak dan maraknya praktik money politik menjadi alarm serius yang tak bisa diabaikan.

“Realitasnya, Pilkada langsung semakin mahal dan membuka ruang yang luas bagi money politik. Banyak pihak menilai mudaratnya kini lebih besar daripada manfaatnya,” ujar Sofyan, di Kantor Perwakilan DPD RI, Jalan Gadjah Mada, Selasa (5/8/2025).

Ia mencontohkan sikap organisasi besar seperti Muhammadiyah Pusat yang telah menyarankan agar Pilkada sementara waktu dikembalikan ke DPRD. Usulan itu, kata Sofyan, bukan untuk membatasi demokrasi, melainkan memberi ruang perbaikan sistem sebelum kembali ke pemilihan langsung.

“Muhammadiyah menilai, untuk sementara lebih baik dikembalikan dulu ke DPRD selama dua periode. Setelah itu baru dievaluasi kembali apakah pemilihan langsung layak dipertahankan,” jelasnya.

Meski begitu, Sofyan mengakui keputusan tersebut bukan perkara mudah. Sejak 2004, Indonesia terbiasa dengan pemilihan langsung sebagai simbol keterbukaan politik pascareformasi.

“Pertanyaannya sekarang, apakah bangsa ini siap kembali ke pola lama lewat DPRD, atau tetap bertahan dengan sistem langsung meski konsekuensinya semakin berat?” ucapnya.

Selain soal Pilkada, Sofyan juga menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah dengan selisih 2,5 tahun. Menurutnya, kebijakan itu menimbulkan problem baru dalam masa jabatan kepala daerah.

“Kalau ditunda sampai 2,5 tahun, otomatis ada kepala daerah yang menjabat hingga 7,5 tahun. Ini berpotensi bertabrakan dengan amanat UUD 1945 yang mengatur pemilu setiap lima tahun,” tegasnya.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Sofyan menilai DPR RI perlu segera menyiapkan revisi undang-undang pemilu yang memuat klausul khusus agar prinsip demokrasi tidak tercederai.

“Keputusan MK memang final, tapi DPR punya kewenangan merumuskan solusi hukum supaya tidak terjadi kekosongan aturan,” tambahnya.

Di sisi lain, Sofyan juga menyoroti kondisi otonomi daerah yang semakin tergerus sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Ia menyebut, banyak kewenangan vital yang dulunya dipegang daerah kini kembali ditarik ke pusat.

“Tambang, energi, dan sektor strategis lain nyaris habis kewenangannya di provinsi. Padahal kita dulu menginginkan otonomi seluas-luasnya,” jelasnya.

Komite I DPD RI, kata Sofyan, tengah berkomunikasi dengan asosiasi kepala daerah untuk memastikan revisi undang-undang benar-benar menjawab kebutuhan daerah, bukan sekadar kepentingan politik pusat.

“Kita ingin suara daerah benar-benar jadi pegangan. Jangan sampai kita bicara soal otonomi, tapi daerah sendiri justru tidak merasa diakomodasi,” pungkasnya. (Ehd)

Related Articles

Media Sosial

15,000FansLike
10,000FollowersFollow
5,000FollowersFollow
- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru

Berita Populer