Persepsinews.com, Samarinda – Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman (Unmul) kembali terusik. Sekitar 3,2 hektare lahan konservasi di wilayah Tanah Merah, Samarinda Utara, tampak rusak parah akibat aktivitas pembukaan lahan yang diduga kuat terkait tambang batu bara ilegal. Lebih ironis, jejak pelaku maupun alat berat yang digunakan masih gelap hingga kini.
Tim Laboratorium Alam KHDTK Fakultas Kehutanan Unmul yang secara rutin memantau lokasi melalui drone menjadi pihak pertama yang menemukan kerusakan tersebut. “Pantauan dua hari terakhir menunjukkan lahan terbuka yang tak wajar. Ini jelas bukan proses alami,” kata Rustam Fahmy, Kepala Laboratorium Alam KHDTK, Senin (7/4).
Menurut Rustam, kerusakan terjadi pada 4–5 April, berdekatan dengan wilayah konsesi milik KSU Putra Mahakam Mandiri, koperasi tambang yang sudah sejak lama berbatasan langsung dengan kawasan KHDTK.
Kawasan KHDTK selama ini berfungsi sebagai pusat praktik lapangan, penelitian, dan konservasi hayati mahasiswa Unmul. Dengan rusaknya sebagian wilayahnya, para akademisi khawatir akan hilangnya fungsi utama hutan pendidikan tersebut.
“Yang dirusak ini bukan sekadar tanah. Ini bagian dari sistem pendidikan dan konservasi hutan tropis,” tegas Rustam.
Kasus ini mencuat setelah beredarnya dokumen internal berupa surat dari KSU Putra Mahakam Mandiri, tertanggal 12 Agustus 2024, yang ditujukan kepada Rektor Unmul. Dalam surat itu, pihak koperasi mengajukan kerja sama penambangan batu bara di dalam kawasan KHDTK, disertai tawaran kompensasi, pembangunan sarana, hingga sistem bagi hasil.
Meski belum ada respons resmi dari pihak universitas terkait surat itu, kemunculannya menjadi sorotan baru. Apalagi pembukaan lahan kini benar-benar terjadi, dan posisinya tepat di batas kawasan konservasi dengan lahan tambang.
Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara Dinas ESDM Kaltim, Ahmad Pranata, menegaskan bahwa pihaknya bersama tim gabungan—termasuk Gakkum KLHK, Dinas Kehutanan, hingga unsur Unmul—telah meninjau langsung lokasi.
“Kami ada di lokasi sejak pukul 09.30 Wita. Terlihat jelas bukaan lahan seluas 3,2 hektare, yang memang berada di luar konsesi resmi dua perusahaan: KSU Putra Mahakam Mandiri dan PT CEM,” jelasnya.
Nata—sapaan akrabnya—mengaku belum menerima atau mengetahui adanya surat kerja sama yang disebut berasal dari pihak koperasi. “Kalau soal surat, silakan tanyakan ke pihak Unmul. Bukan ranah kami,” ujarnya.
Sementara itu, pihak Balai Gakkum LHK Kalimantan juga terus menggali fakta di lapangan. Kepala Seksi Wilayah II, Anton Jumaedi, menyebut bahwa pihaknya tengah menelusuri siapa pihak yang bertanggung jawab atas pembukaan lahan di kawasan konservasi itu.
“Kami berhati-hati. Tidak bisa menyimpulkan hanya dari dugaan. Tapi benar, temuan awal mengarah ke wilayah yang berbatasan dengan KSU Putra Mahakam,” ujarnya.
Saat peninjauan lapangan, tim gabungan tidak menemukan alat berat di titik utama kerusakan. Namun, beberapa unit ekskavator terpantau berada di sekitar area KHDTK, meski dalam kondisi diam maupun sedang digunakan di lahan lain.
“Apakah itu alat yang digunakan membuka KHDTK? Belum bisa dipastikan. Kami sedang melakukan penelusuran lebih lanjut,” kata Anton.
Sejauh ini, belum ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab atas pembukaan lahan di kawasan KHDTK. Sementara, penyelidikan berlanjut. (Nto)