Persepsinews.com, Jakarta – Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah telah membentuk dua perusahaan untuk mengelola konsesi tambang yang diberikan oleh pemerintah. Langkah ini menandai terjunnya salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ke sektor pertambangan, mengikuti jejak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah, Muhadjir Effendy, yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), menyatakan bahwa perusahaan pertama akan berfungsi sebagai perusahaan induk, sementara perusahaan kedua akan beroperasi sebagai perusahaan operasional di lapangan.
“Perusahaan operasional ini akan melibatkan para ahli pertambangan, terutama dari kalangan Muhammadiyah dan perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Muhammadiyah,” ungkap Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Para ahli yang dilibatkan, lanjut Muhadjir, telah melakukan survei awal terkait potensi tambang yang akan dikelola Muhammadiyah. Meski demikian, Muhammadiyah tidak akan terburu-buru dalam menjalankan proyek ini.
“Kami akan mempersiapkan segala hal dengan matang sebelum mulai menggarap konsesi ini,” tambahnya.
Konsesi tambang yang diberikan kepada Muhammadiyah merupakan bekas area tambang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang sebelumnya dikelola oleh PT Adaro Energy Tbk atau PT Arutmin Indonesia.
Langkah ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah terus berinovasi dalam mengembangkan potensi ekonomi untuk mendukung program-program sosial dan pendidikan yang telah menjadi bagian penting dari kontribusi organisasi ini.
Muhadjir juga menegaskan bahwa keterlibatan Muhammadiyah dalam sektor pertambangan tidak hanya bertujuan mencari keuntungan, tetapi juga untuk mendukung pengembangan masyarakat di sekitar area tambang.
Muhammadiyah akan memastikan bahwa kegiatan operasional tambang berjalan sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan tanggung jawab sosial.
Muhammadiyah mengikuti jejak PBNU, yang sebelumnya telah mendapatkan konsesi tambang bekas milik PT Kaltim Prima Coal (KPC), salah satu anak perusahaan PT Bumi Resources, di Kalimantan Timur. (Red)