Persepsinews.com, Jakarta – Anggota Komisi XII DPR RI, Dewi Yustisiana, menegaskan pentingnya hilirisasi batu bara sebagai strategi jangka panjang untuk mendorong kemandirian energi dan penguatan industri nasional.
Ia menyebut transformasi ini menjadi salah satu kunci utama agar Indonesia tidak terus bergantung pada ekspor bahan mentah.
“Potensi batu bara Indonesia sangat besar, namun selama ini kita terlalu bergantung pada ekspor mentah. Padahal, jika diolah, nilainya bisa jauh lebih tinggi,” ujar Dewi dalam keterangan resmi yang dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (12/5/2025).
Mengacu data Kementerian ESDM, dari total penjualan batu bara Indonesia sebesar 811,01 juta ton, sekitar 433,17 juta ton diekspor ke luar negeri. Hal ini menunjukkan urgensi pengembangan hilirisasi agar nilai tambah tetap berada di dalam negeri.
Salah satu proyek hilirisasi yang dijalankan adalah gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME), yang dikembangkan PT Bukit Asam (PTBA) di Tanjung Enim sebagai substitusi LPG impor. Selain itu, batu bara juga dapat dikembangkan menjadi bahan baku industri petrokimia seperti metanol dan urea, serta gas sintetis seperti Substitute Natural Gas (SNG) yang bisa menjadi alternatif diesel dan bensin.
Dewi juga menyoroti potensi pengembangan produk turunan lainnya seperti briket, karbon aktif, hingga grafit sintetis yang sangat dibutuhkan dalam ekosistem baterai kendaraan listrik.
Ia mendorong pemerintah untuk menyiapkan insentif fiskal dan non-fiskal seperti pembebasan pajak, kemudahan perizinan, serta skema off-taker untuk menjamin keberlanjutan proyek hilirisasi.
Meski begitu, Dewi mengingatkan bahwa hilirisasi menghadapi tantangan besar, termasuk kebutuhan investasi tinggi, teknologi yang masih bergantung pada asing, serta fluktuasi harga pasar.
“Transformasi ini tidak bisa jalan sendiri. Pemerintah, BUMN, dan swasta harus bersinergi untuk memastikan manfaat hilirisasi bisa langsung dirasakan rakyat,” tegas Dewi. (Red)
