Persepsinews.com, Tenggarong – Warga Kelurahan Jawa, Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), harus hidup dengan kebisingan alat berat dan debu akibat aktivitas tambang batubara PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN).
Tambang tersebut beroperasi hanya 30 hingga 50 meter dari rumah warga, jauh di bawah ketentuan minimal 1 kilometer yang diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kaltim.
Pantauan di lokasi menunjukkan truk pengangkut batubara terus berlalu-lalang, sementara lubang tambang menganga semakin dekat dengan permukiman. Sejumlah warga mengaku khawatir dengan potensi longsor, terutama mengingat insiden serupa pernah terjadi pada 2018, merusak beberapa rumah di kawasan tersebut.
“Warga mengeluhkan tambang yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumah mereka. Mereka takut longsor terjadi lagi,” ujar Nugraha Pradana, seorang paralegal warga Sangasanga.
Menurut regulasi, tambang tidak boleh beroperasi dalam radius kurang dari 1 kilometer dari permukiman, kecuali dengan persetujuan warga melalui konsultasi publik. Sayangnya, warga mengklaim bahwa konsultasi publik tersebut tidak pernah dilakukan sebelum izin tambang diberikan.
Selain dampak lingkungan dan keselamatan, warga juga mempertanyakan kebijakan pemberian tali asih dari PT ABN. Beberapa warga menerima kompensasi sebesar Rp150 ribu per bulan yang diberikan setiap tiga bulan sekali. Namun, Nugraha menilai tali asih ini menjadi alat untuk membungkam warga agar tidak melayangkan protes terhadap aktivitas tambang yang melanggar aturan.
“Mestinya tali asih bukan untuk membungkam ketika perusahaan salah. Konsultasi publik harus dilakukan sebelum AMDAL dikeluarkan, tapi ini tidak terjadi,” tegasnya.
Kini, warga masih menanti tindakan tegas dari pemerintah daerah untuk meninjau ulang izin tambang ini. Beberapa warga takut berbicara karena menerima tali asih, sementara yang lain tetap memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan lingkungan yang aman dan sehat.
“Kami berharap pemerintah turun tangan untuk meninjau ulang dampak tambang ini sebelum terjadi bencana,” ujar Nugraha. (Red)