Persepsinews.com, Samarinda – Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menanggapi insiden kericuhan yang terjadi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPRD Samarinda, Dinas PUPR, dan perwakilan pekerja Teras Samarinda beberapa waktu lalu.
Rapat yang digelar di ruang rapat DPRD Samarinda itu membahas permasalahan gaji pekerja yang belum dibayarkan oleh perusahaan. Namun, diskusi tersebut memanas hingga berujung aksi pelemparan nasi kotak oleh anggota DPRD, Abdul Rohim, ke arah Pejabat Pelaksana PUPR, Ilhamsyah.
Video kejadian tersebut beredar luas di media sosial dan memicu beragam reaksi dari masyarakat. Andi Harun menyatakan bahwa forum RDP memang menjadi tempat bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan, namun tindakan pelemparan dan penggunaan kata-kata tidak pantas tidak bisa dibenarkan.
“Saya menyampaikan keprihatinan atas kejadian itu. Bukan forumnya yang salah, tapi peristiwa pelemparannya dan penggunaan kata-kata tidak pantas yang terjadi berulang kali,” ujar Andi, Senin (03/03/2025).
Ia menilai bahwa perdebatan dalam rapat harus tetap dalam batas wajar dan tidak boleh berujung pada tindakan fisik.
“Rapat sepanas apa pun, selama pertengkarannya argumentasi, itu masih bisa ditoleransi. Tapi kalau sudah mengarah ke fisik dan merendahkan pihak lain, itu tidak bisa dibenarkan,” tambahnya.
Terkait substansi permasalahan, Andi Harun menyebut bahwa Pemkot sebenarnya telah menjalankan proses sesuai prosedur, namun sepertinya ada pihak yang merasa kurang sabar dengan perkembangan yang ada.
“Kami sudah menjalankan prosesnya, hanya saja mungkin ada yang merasa kurang cepat,” ucapnya.
Namun, ia memahami jika ada pihak yang merasa keberatan dan mendesak agar gaji segera dibayarkan, terutama karena kondisi ekonomi pekerja.
“Bisa jadi ada pihak yang bilang, enak Pak bilang sabar, kita ini mau bayar ini, bayar itu. Nah, itu sesuatu yang lain yang harus kita bicarakan baik-baik,” tuturnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pembayaran gaji tidak bisa dilakukan sembarangan karena harus sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“Upah pekerja memang harus dibayar, tapi harus ada verifikasi dan tidak bisa asal potong anggaran,” jelasnya.
Menurutnya, anggaran proyek memiliki mekanisme sendiri, termasuk dana retensi yang harus dipatuhi sesuai aturan. Jika pemotongan anggaran dilakukan secara sembarangan, justru bisa berakibat pada masalah hukum bagi pihak terkait.
“Kalau kita potong sembarangan dan ada yang melaporkan ke KPK atau penegak hukum, justru PU yang akan kena,” pungkasnya. (Nis)