
Persepsinews.com, Samarinda – Dari total 12 pasar tradisional di Kota Samarinda, sebanyak 3.000 lapak pasar terlihat kosong. Permasalahan ini tentunya disebabkan banyak pedagang memilih berjualan dipinggiran jalan karena akses pembeli menjadi mudah.
Seperti diketahui, pedagang yang berjualan di pinggir pasar atau biasa disebut pasar tumpah tentu akan lebih mendapatkan keuntungan, karena aksesnya mudah bagi pembeli. Namun, hal tersebut malah menimbulkan kemacetan di jalan raya yang akhirnya merugikan banyak pihak.
Anggota Komisi II DPRD Samarinda, Abdul Rofik menyampaikan harapannya agar para pedagang dapat mematuhi kebijakan pemerintah yang melarang untuk berjualan di luar pasar ataupun menggunakan bahu jalan.
“Pemerintah telah membuat kebijakan, bahwa para pedagang itu tidak ada lagi yang di luar. Oleh karena itu, harapan pemerintah termasuk dengan DPRD itu mereka dapat masuk dan berjualan di lapak-lapak yang telah disediakan oleh pemerintah kota,” jelasnya ketika dihubungi melalui sambungan seluler, Jum’at (25/2/2022).
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pihaknya bersama dengan Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Samarinda, Marnabas sepakat bahwa pasar tumpah ini mengganggu arus lalu lintas. Maka, untuk mengatasi hal ini, pedagang harus difasilitasi.
“Seperti contohnya yang di Pasar Sungai Dama. Disitu sekarang sudah hampir tidak ada. Karena mereka sudah dimasukkan kedalam pasar. Begitu juga nanti yang ada di pasar kedondong dan lain sebagainya,” terangnya.
“Akan tetapi, ketika mereka masuk harus difasilitasi. Dan juga mendapatkan untung yang sama, ketika mereka berjualan diluar. Oleh karena itu bagaimana, dinas perdagangan yang dalam hal ini UPTD Pasar itu dapat menarik perhatian dari pembeli untuk hadir,” terangnya lebih lanjut.
Sehingga, ditempatkan di manapun tidak akan menjadi masalah bagi para pedagang. Sebab menurut Rofik, pedagang akan kembali menumpuk berjualan di luar lapak yang disediakan jika tidak ada ketegasan dari pemerintah untuk penindakan.
Pihaknya juga memberikan saran untuk di pasar-pasar ini dibuat menjadi per klaster, seperti lantai 1 yang dikhususkan untuk berjualan sayur, lantai 2 khusus untuk berjualan baju, dan seterusnya. Kembali lagi hal ini akan bergantung kepada inovasi dari UPTD Pasar.
“Saran daripada anggota dewan juga, jika mereka di tempatkan di lantai atas, maka harus ada perlakuan khusus. Seperti akses untuk berjualan secara online. Sebab kalau tidak dan dibiarkan kasian orang pasar. Semua hanya belanja di bagian depan, yang akhirnya juga menyebabkan kekumuhan di Kota Samarinda,” tandas Rofik. (Nta/Adv)