Persepsinews.com, Samarinda – Komisi III DPRD Kaltim menyoroti perihal jaminan reklamasi (jamrek) tambang yang diduga tidak ditunjukkan secara transparan oleh Pemprov Kaltim. Laporan terkait jamrek itu pun didorong Komisi III Agar bisa diberikan.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Syafruddin atau Udin, menyebutkan bahwa persoalan jamrek memang jadi persoalan yang dinilai sudah kusut. Ada beberapa alasan. Misalnya karena kewenangan pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang awalnya ada di pemerintah kabupaten dan kota, kini sudah berpindah ke Pemprov.
“Dulu kewenangan pemberian IUP itu ada di pemkot dan pemkab. Sehingga provinsi tidak pernah punya kewenangan untuk menelusuri. Setelah itu ada perubahan, kewenangan ada di provinsi. Jadi ada kewenangan menelusuri untuk tahu berapa sebenarnya dana jamrek itu,” ungkap Udin.
Dijelaskan Udin, Dinas PMPTSP Kaltim kini juga sedang menelusuri itu dan mencermati berapa banyak dana jamrek yang sudah terpakai, dikembalikan, atau dimanfaatkan untuk reklamasi terhadap kawasan pertambangan yang sudah ditinggal oleh pengusaha tambang. Udin menyebut pihaknya selalu mendorong pihak-pihak terkait agar segera memberi informasi terbuka ke rakyat tentang betapa jumlah dana jamrek dan posisinya.
“Supaya, tidak lahir kecurigaan-kecurigaan yang mendalam kepada pemerintah. Walaupun mereka baru miliki kewenangan saat 2014,” lanjutnya.
Menurut Udin, waktu 8 tahun setelah kewenangan berpindah ke Pemprov sudah cukup dan memiliki data akurat terkait dana jamrek. Misalnya secara spesifik berapa jumlah dana dan di mana disimpannya.
“Kalau saya kira ini berpotensi ada pelanggaran-pelanggaran hukum, saya kira layak juga untuk didorong agar diselesaikan secara hukum. Laporkan ke polisi,” tegasnya.
Sebelum menambang, perusahaan tambang biasanya menyimpan dana jamrek itu. Hal itu jadi cara pemerintah untuk mengantisipasi para pengusaha yang sudah melakukan aktivitas pertambangan agar tak langsung meninggalkan lokasi begitu saja.
“Jadi kalau pun dia (pengusaha) pergi, misalnya dia tinggalkan lubang tambang, ada jaminannya yang dia simpan di kas negara atau daerah. Nah masalahnya, sampai hari ini kan itu masalahnya kami tidak tahu. Sebab ada peralihan dari kabupaten kota ke provinsi,” tambah Udin.
Kendati demikian, pihaknya tetap mendukung agar dana itu bisa diperlihatkan transparan. Jika memang terjadi manipulasi atau penyembunyian data, maka mesti dilaporkan ke pihak berwajib.
Sebagai informasi, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021, ada sejumlah temuan terkait pertambangan yang sampai saat ini belum tuntas.
Temuan tersebut di antaranya nilai jaminan tambang yang tidak sesuai ketentuab. Di antaranya, jaminan kedaluwarsa sebesar Rp1,7 triliun dan $ 1,6 juta US. Kemudian, jaminan kesungguhan yang belum dicatat sebesar Rp 593 juta. (Gia)