Persepsinews.com, Samarinda – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim mempunyai beberapa pertimbangan ketika harus merenovasi atau merehabilitasi bangunan sekolah. Dari sekian banyak sekolah, tentu ada yang memerlukan perbaikan. Bisa karena memang rusak atau termakan usia yang sudah lama.
Kasi Kelembagaan dan Sarana Prasarana SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, Mochamad Mursalin mengungkapkan, ada perbedaan antara renovasi dan rehabilitasi gedung. Menurutnya, kedua hal ini harus dipahami masing-masing.
Untuk rehabilitasi gedung, berarti di suatu gedung ada yang rusak dan diperbaiki bagian yang rusak itu. Sedangkan renovasi, berarti menambah bagian lain di suatu gedung yang sudah jadi.
“Kalau renovasi itu misalnya, ada gedung berukuran tertentu. Kemudian ditambah lagi. Bisa juga ruang kelas direnovasi untuk menjadi ruangan lain. Renovasi itu mengubah bentuk,” jelas Mursalin.
Mursalin mengakui, banyak SMA yang mengusulkan untuk dilakukan rehab gedung. Jika anggarannya datang dari Dana Alokasi Khusus (DAK), biasanya harus ada perhitungan dan analisis dari Dinas PUPR-PERA Kaltim. Kemudian diajukan melalui Dapodik dan masuk ke dalam aplikasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA) di pusat. Tahap selanjutnya, barulah dinilai oleh Bappenas. Terakhir baru masuk ke Disdikbud Kaltim.
“Jadi bisa ada tim sendiri yang menggunakan konsultan yang paham. Misalnya ada bagian gedung yang bocor, maka akan dihitungkan berapa persen. Nantinya akan dikategorikan di situ, rehab ringan, sedang, atau berat,” lanjutnya.
Sejauh ini, pihaknya belum ada mengambil kategori rehab berat. Sedangkan jika asal anggarannya dari DAK, maka rehab akan dilakukan untuk kategori ringan hingga sedang saja. Disdikbud juga tidak bisa menentukan sekolah mana saja yang bisa mendapatkan DAK.
“Kalau non DAK, kami akan sesuaikan dengan anggaran. Jadi untuk rehab atau renovasi itu selain melihat anggaran, juga mempertimbangkan tingkat keparahannya,” tandasnya. (Gia/Adv)