
Persepsinews, Samarinda – Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja/buruh menjadi tradisi dan sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan keluarganya dalam merayakan Hari Raya Keagamaan. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan aspek kesejahteraan dan perlindungan bagi para pekerja.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, THR Keagamaan merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh menjelang Hari Raya Keagamaan.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kaltim Aris Munandar menjelaskan, terdapat sejumlah larangan dalam pemberian THR kepada pekerja yang harus dipenuhi diantaranya seperti tidak boleh dicicil, bentuk THR harus berupa uang dan dibayar secara penuh serta tepat waktu.
“Sudah jelas tidak boleh dicicil, bentuk THR harus uang rupiah, harus full tidak boleh tidak, dan harus tepat waktu,” tegas Aris di Kantornya.
Aris menghimbau, jika masyarakat menemukan adanya pelanggaran terkait THR bisa melaporkannya ke pihak Disnaker di masing-masing Kabupaten dan Kota termasuk Disnakertrans Kaltim. Pihaknya pun membangun posko aduan untuk membantu masyarakat mendapatkan haknya.
Berdasarkan Permenaker No.6/2016 pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan berhak mendapatkan THR Keagamaan dari perusahaan. Pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Sedangkan Pekerja/buruh yang bermasa kerja minimal 1 bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan THR secara proporsional, dengan menghitung jumlah masa kerja dibagi 12 (dua belas) bulan dikali satu bulan upah. (Ozn/ Adv Disnakertrans Kaltim)