spot_img

Tingkat Kekerasan Perempuan dan Anak di Kaltim Masih Tinggi, Samarinda Catat 293 Kasus

Persepsinews, Samarinda – Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan, setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya baik kekerasan fisik, psikis, seksual maupun penelantaran rumah tangga.

Hal ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) sebagai payung hukum masyarakat yang mengalami KDRT.

Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada tahun 2021 jumlah kasus kekerasan sebanyak 450 kasus dengan 513 korban terdiri dari 174 korban dewasa (34%) dan 339 korban anak (66%).

Sementara data per 1 juli 2022 kasus kekerasan yang terjadi sebanyak 441 kasus dengan 462 korban terdiri dari 245 korban dewasa (53%) dan 217 korban anak (47%).

“Sedangkan data per 1 September kasus kekerasan yang terjadi sebanyak 579 kasus dengan 612 korban terdiri dari 308 korban (49,6%) dan 313 korban anak (50,45),” terang Soraya belum lama ini.

Kasus kekerasan tertinggi terjadi di Kota Samarinda sebanyak 293 kasus. Kekerasan terhadap anak terbanyak terdapat pada kekerasan seksual sebanyak 192 korban sedangkan pada dewasa terdapat pada kekerasan fisik sebesar 211 korban. Kekerasan terhadap anak dan perempuan terbanyak terjadi pada ranah rumah tangga yaitu 124 korban anak dan 184 korban dewasa.

“Sementara untuk KDRT berjumlah 203 korban. Paling tinngi di Samarinda berjumlah 99 korban. Bontang 34 korban dan Balikpapan 24 korban,” imbuh Soraya.

Disampaikan Soraya, terdapat faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT dalam suatu rumah tangga. Salah satunya adanya faktor balas dendam atau pelampiasan, karena pada masa sebelumnya ia berada di posisi korban.

Hal ini pun perlu dihindari, masyrakat bisa melakukan pelaporan jika menemukan adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di lingkungannya.

“Adanya suatu konflik yang tidak diselesaikan melalui metode penyelesaian dan adanya faktor biologi atau turunan emosional,” ujarnya. (Ozn/Adv DKP3A Kaltim)

Related Articles

Media Sosial

15,000FansLike
10,000FollowersFollow
5,000FollowersFollow
- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru

Berita Populer