Persepsinews, Samarinda – Partisipasi perempuan Indonesia dalam Parlemen masih sangat rendah. Menurut data dari World Bank (2019), negara Indonesia menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen.
Rendahnya angka keterwakilan perempuan di parlemen sedikit banyak berpengaruh terhadap isu kebijakan terkait kesetaraan gender dan belum mampu merespon masalah utama yang dihadapi oleh perempuan.
Walaupun saat ini aturan keterlibatan perempuan dalam politik sudah ada, Kepala Bidang Kesetaraan Gender, Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Dwi Hartini mengatakan, mendekati Pemilu 2024 mendatang harus dimanfaatkan dengan baik oleh para politikus perempuan agar mampu berkontribusi penuh dalam pembangunan.
“Kita harus fair ya karna berkompetisi dengan laki-laki, memang harus dikompetisikan dan perempuan apabila memenuhi syarat dan memenangkan kompetitor oke dia maju, tapi kalau hanya melengkapi sayang sekali kalau dibarengi skill, tetep harus berkompetisi dengan laki-laki,” tutur Dwi di Kantornya Rabu (7/12/2022).
Partai politik baru dapat mengikuti Pemilu jika telah menerapkan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusannya di tingkat pusat. Penegasan tersebut diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
Disampaikan Dwi, wanita tidak hanya dituntut untuk mewakili suara perempuan dalam politik. Tetapi, juga harus mampu aktualisasi diri di sektor tersebut.
Ia bersyukur saat ini Kalimantan Timur memiliki kampus politik perempuan. Dengan begitu, perempuan daerah akan mampu diakomodir untuk berkiprah di bidang politik.
“Bukan saja mereka mewakilkan suaranya, tapi mereka harus berani melakukan aktualisasi diri di sektor politik, di Kaltim alhamdulillah ada kampus politik perempuan yang bisa mengakomodir wanita yang tertarik dengan politik,” ucapnya. (Ozn/ Adv DKP3A Kaltim)