Persepsines.com, Samarinda – Puluhan karyawan dan mantan karyawan Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) melaporkan dugaan pelanggaran upah oleh manajemen. Mereka yang masih aktif bekerja atau telah mengundurkan diri dari RSHD belum menerima pembayaran yang sesuai dengan ketentuan hukum. Situasi ini diduga berlangsung selama bertahun-tahun, di mana gaji yang diterima tidak mencapai Upah Minimum Regional. Puncak masalah terjadi pada Desember 2022, ketika mereka hanya menerima setengah dari gaji yang seharusnya.
Deny Boy, salah satu tim hukum dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum – Komando Anak Putra Asli Kalimantan (LKBH-KAPAK), yang juga menjadi kuasa hukum bagi 21 karyawan dan mantan karyawan RSHD, menyatakan bahwa kasus ini telah dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Timur.
Deny Boy mengungkapkan bahwa mereka mengharapkan tanggapan dari manajemen RSHD berdasarkan anjuran yang dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja kota. Mereka telah mengirim surat kepada Dinas Tenaga Kerja kota untuk mengikuti anjuran tersebut dan menunggu tanggapan resmi.
“Namun, tampaknya manajemen RSHD tidak memberikan tanggapan atas surat tersebut,” ujarmya, Selasa (12/6/2023).
Jika manajemen RSHD tidak merespons, salah satu langkah yang mungkin diambil adalah membawa kasus ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), yang merupakan pengadilan khusus untuk perselisihan hubungan industrial. Selain itu, kasus ini juga dapat menjadi masalah pidana karena diduga manajemen RSHD melanggar undang-undang ketenagakerjaan, termasuk ketidakpembayaran Tunjangan Hari Raya, pembayaran gaji yang kurang, dan upah di bawah Upah Minimum Regional.
Deny Boy juga mengungkapkan bahwa manajemen RSHD diduga melaporkan gaji yang sesuai dengan Upah Minimum Regional kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, tetapi pada kenyataannya karyawan menerima gaji di bawah Upah Minimum Regional. Hal ini juga merupakan pelanggaran.
“Jumlah yang harus dibayarkan oleh manajemen RSHD kepada karyawan dan mantan karyawan, termasuk pesangon, selisih gaji, Upah Minimum Regional, dan Tunjangan Hari Raya, mencapai sekitar Rp 1 miliar,” tegasnya.
Dalam upaya untuk mengonfirmasi masalah ini kepada manajemen RSHD, media ini mencoba menghubungi nomor yang tersedia namun tidak mendapatkan jawaban yang jelas. Pihak media juga mengunjungi RSHD, namun manajemen dikatakan tidak ada di tempat pada saat itu. Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda menyatakan bahwa kasus ini sebenarnya telah diselesaikan melalui putusan anjuran, tetapi manajemen RSHD belum sepakat dengan putusan tersebut.
Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda, Wahyono Hadi Putro masalah pengupahan yang dilakukan oleh manajemen RSHD sebenarnya telah diselesaikan melalui putusan anjuran. Menurut prosedur, kedua belah pihak dipanggil untuk memberikan keterangan.
“Jumlah total laporan yang diterima adalah 20 orang, dengan satu laporan lainnya diajukan secara terpisah,” kata Wahyono.
Wahyono menjelaskan bahwa mereka telah melakukan mediasi, tetapi karena tidak ada kesepakatan, sesuai peraturan, mereka mengeluarkan putusan anjuran. Salah satu poin penting dalam putusan anjuran tersebut adalah bahwa manajemen RSHD harus membayar berbagai tuntutan yang diajukan oleh karyawan dan mantan karyawan, dengan nominal yang cukup besar.
Menurut Wahyono, terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh manajemen RSHD, termasuk kekurangan upah dan masalah kontrak kerja. Dia menyatakan bahwa semua tuntutan ini diajukan oleh para karyawan. Wahyono menegaskan bahwa mereka menyelesaikannya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Wahyono menjelaskan bahwa hasil dari mediasi ini menunjukkan bahwa manajemen RSHD memberikan jawaban yang ambigu. Mereka menerima putusan anjuran, tetapi menurut versi mereka sendiri.
“Surat yang diterima oleh manajemen sebenarnya menyatakan penerimaan, tetapi menurut versi mereka, itu akan dibahas dalam musyawarah” bebernya.
Hilman, seorang mediator dari Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda, juga mengkritik manajemen RSHD karena tidak serius dalam menyelesaikan masalah ini. Menurutnya, jika mereka ingin menyelesaikan hak-hak yang dituntut oleh karyawan dan mantan karyawan, seharusnya ada kesepakatan tertulis yang dibuat bersama agar ada pegangan.
“Jika manajemen tidak memenuhinya, itu dapat dianggap sebagai wanprestasi, dan menjadi dasar bagi karyawan dan mantan karyawan untuk mengajukan gugatan di pengadilan,” terang Hilman.
Hilman menjelaskan bahwa manajemen RSHD menyatakan empati dan berjanji untuk membayar hak-hak karyawan dan mantan karyawan, tetapi hal tersebut tidak dapat segera dilakukan karena ada masalah keuangan.
Namun, Hilman menekankan bahwa jika manajemen RSHD mampu membayar, mereka harus menjelaskan kapan pembayaran akan dilakukan. Dia menyoroti bahwa manajemen RSHD tidak memiliki itikad baik sejak awal.
“Karena meskipun mereka (manajemen) mengatakan ingin membayar, tidak ada kejelasan mengenai waktu pembayaran,” tandasnya. (Red)