Persepsinres.com, Samarinda – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana akan menaikkan tarif ojek online (ojol) pada 14 Agustus lalu. Namun rencana kenaikan ini diundur lantaran pemerintah masih mensosialisasikan aturan tersebut di kalangan masyarakat.
Menanggapi kenaikan tarif ojol, Fadel Baher selaku Ketua Asosiasi Gabungan Aksi Roda Dua atau DPD Garda Kaltim mengaku sangat keberatan dengan tarif ojol yang akan naik. Apalagi besaran kenaikannya 20 persen atau sekitar Rp 2 ribu dari tarif lama.
Sebagai perwakilan asosiasi ojol di Kaltim, dia melihat aturan kenaikan sangat memberatkan masyarakat karena hampir 70 persen pengguna ojol adalah masyarakat ekonomi kebawah.
“Jadi kami bukan menolak tapi mengimbau pihak Kemenhub untuk ditunda dulu kenaikkan ini, supaya ekonomi masyarakat stabil dulu baru dinaikkan,” katanya kala dijumpai, Selasa (16/8/2022).
Apabila tarif ojol mahal, lanjut dia, masyarakat akan perlahan-lahan meninggalkan transportasi ojol.
“Memang dari segi positifnya, pendapatan ojol meningkat, tapi di lain sisi tentu orderan juga akan turun,” bebernya.
Menurutnya, Kemenhub seharusnya melakukan yang lebih penting yaitu menyiapkan payung hukum terhadap ojol yang selama ini dianggap masih ilegal secara aturan.
“Kalau ojol punya payung hukum segala sisi bida diatur. Misalnya kemitraan, pendapatan, asuransi, jam kerja dan lain-lain,” ungkapnya lagi.
Tapi diakuinya, sampai saat ini aturan itu belum di tindaklanjuti. Untuk itu asosiasi ojol di Kaltim berharap Permenhub Ojol dulu dibuat daripada kenaikkan tarif.
Ditambah, dirinya juga berharap Kemenhub segera menerbitkan tarif atas dan bawah ojol karena selama ini tarif masih berdasarkan mekanisme pasar.
“Kalau tarif naik akhirnya mendekati taksi online. Orang akan berbondong-bondong naik taksi online karena tarifnya hampir sama,” tuturnya melanjutkan.
Selama ini jumlah orderan ojol bervariasi per bulan. Awal-awal ada di Kaltim mereka bisa membawa Rp 400 – 500 ribu per hari. Namun dengan banyaknya persaingan, kondisi ini sangat mempengaruhi pendapatan ojol.
“Dulu kami bisa menyeimbangkan antara pendapatan dan pengeluaran, tapi sekarang sangat susah. Dapat Rp 150 ribu pun sudah sangat susah. Ini yg membuat teman-teman driver ojol pesimis terhadap pekerjaan ini,” terangnya.
Lebih jauh, bukan tanpa alasan dirinya masih memilih bekerja sebagai driver ojol. Sebab rata-rata mereka dari pekerja paruh waktu dan setengah waktu.
Kebanyakan karena memang terpaksa tidak ada pekerjaan lain. Menurut dia, profesi driver ojol sangat mudah untuk mendapatkan pemasukan bagi keluarga.
“Kalau ada pekerjaan lain yang lebih baik mungkin kami akan meninggalkan pekerjaan ini,” pungkasnya. (Red)