Persepsinews.com, Samarinda – Tenggelamnya Febi Abdi Witanto (25) pada (31/10) lalu di lubang tambang perusahaan batubara CV. Arjuna menggenapkan jumlah korban lubang tambang di Kaltim menjadi 40 jiwa.
Meski kondisinya sudah separah itu, bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim, korban lubang bekas tambang hanya sebatas angka statistik yang akan terus bertambah, tanpa ucapan duka apalagi tindakan.
JATAM Kaltim mencatat, di Kalimantan Timur ancaman lubang tambang masih menghantui karena secara keseluruhan masih ada 1.735 lubang bekas tambang. Di Kota Samarinda sendiri terdapat 349 lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga tanpa reklamasi dan pemulihan, yang menjadi bom waktu sebagai salah satu persoalan serius yang tak mendapat perhatian serta tindakan dari pemerintah.
Merespon masalah itu, koalisi aktivis dan mahasiswa Kaltim yang terdiri dari JATAM Kaltim, WALHI Kaltim, FH Pokja 30 Kaltim, FNKSDA, dan Mahasiswa/i Papua telah melakukan aksi menyuarakan korban lubang bekas tambang yang tidak mendapat perhatian serta penanganan serius oleh Pemprov Kaltim.
Koalisi menilai, Gubernur Kaltim Isran Noor melakukan pembiaran tanpa ada upaya reklamasi, penegakan hukum bagi korporasi yang tidak melakukan reklamasi, dan tidak melakukan pengawasan. Menurut koalisi, hal ini merupakan sifat masa bodoh Kepala daerah selaku pemberi izin.
“Karena itu koalisi masyarakat sipil memberikan penghargaan kepada Isran Noor sebagai “Gubernur masa bodoh” itulah penghargaan yang menggambarkan Sikap Kepala Daerah Kalimantan Timur ini,” terang Koalisi yang dilansir dari rilis resmi pada (3/11).
Selain itu,Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim menilai, kejadian meninggalnya anak di lubang bekas tambang bakal terulang jika tidak ada langkah strategis dari pemerintah.
“Problem berulang dari model ekonomi ekstraktif yang mengabaikan lingkungan hidup dan keselamatan rakyat seperti ini harusnya sudah beralih ke ekonomi nusantara, sebagai ekonomi tanding yang bersih, berkelanjutan dan tidak mematikan” ucap Yohana Tiko, Direktur WALHI Kaltim.
Akademisi Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah juga ikut merespon. Dia mengatakan, setelah operasi penambangan berakhir ada kewajiban yang mutlak dilakukan oleh pemegang izin tambang yakni melaksanakan reklamasi dan pascatambang.
“Siapapun yang abai dengan kewajiban ini, jelas adalah kejahatan yang berkonsekuensi pidana. Termasuk pemimpin daerah seperti Gubernur yang diam dan abai atas peristiwa ini,” terang Herdiansyah.
Ia mengatakan bahwa dalam ketentuan Pasal 161B ayat (1) UU 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Minerba, disebutkan secara eksplisit bahwa, “Setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi dan/atau pascatambang; dan/atau penempatan dana jaminan reklamasi dan/atau dana jaminan pascatambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 miliar rupiah”
Dikatakan Buyung Marajo dari Pokja 30 dan Fathul Huda dari dari LBH Samarinda, dalam ketentuan Pasal 164 UU a quo, pelaku tindak pidana juga dapat dikenai “hukuman tambahan” berupa perampasan barang, perampasan keuntungan, dan kewajiban membayar biaya yang ditimbulkan akibat tindak pidana tersebut.
“Batas waktu pun diatur, apalagi CV Arjuna sudah bertahun-tahun sudah tidak beroperasi lagi, lalu mengapa Lubang Tambangnya dibiarkan menganga ? tanpa reklamasi dan pemulihan,” tambah Buyung Marajo dan Fathul. (*)