Persepsinews.com, Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada 26–31 Mei 2025.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari penegakan hukum dan perlindungan lingkungan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki nilai ekologis tinggi.
Dalam keterangan yang diterima redaksi, Jumat (6/6/2025), KLH/BPLH mengawasi empat perusahaan tambang nikel: PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).
Meski seluruh perusahaan mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP), hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Hasil pengawasan mengungkap berbagai pelanggaran serius terkait peraturan lingkungan hidup dan pengelolaan pulau kecil.
PT Anugerah Surya Pratama, perusahaan Penanaman Modal Asing asal Tiongkok, diketahui beroperasi di Pulau Manuran seluas ±746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan pengelolaan air limbah. KLH/BPLH telah memasang plang peringatan dan menghentikan aktivitas di lokasi tersebut.
Di sisi lain, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag ±6.030 hektare—wilayah yang tergolong pulau kecil—sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan UU No.1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
KLH/BPLH kini mengevaluasi izin lingkungan PT ASP dan PT GN. Bila terbukti melanggar hukum, izin tersebut akan dicabut.
PT Mulia Raymond Perkasa ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH untuk aktivitas di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan dihentikan.
PT Kawei Sejahtera Mining terbukti membuka tambang di luar izin seluas 5 hektare di Pulau Kawe, menyebabkan sedimentasi di pesisir pantai. Perusahaan ini akan dikenai sanksi administratif dan berpotensi menghadapi gugatan perdata.
“Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan,” tegas Menteri Hanif Faisol Nurofiq. (Red)