Persepsinews.com, Jakarta – Tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia yang masih rendah menjadi penyebab utama maraknya kasus investasi bodong di tanah air. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, sejak 2017 hingga Juni 2025, terdapat tiga provinsi dengan jumlah laporan investasi ilegal tertinggi, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta.
Kepala Divisi Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Jabodebek, Andes Novytasary, mengungkapkan bahwa Jawa Barat menempati posisi pertama dengan 1.850 kasus atau sekitar 21 persen dari total laporan nasional.
“Posisi kedua ditempati Jawa Timur dengan 1.115 kasus (13 persen), disusul DKI Jakarta dengan 1.107 kasus (12 persen),” ujar Andes dalam sebuah podcast yang dikutip di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Ia menyoroti, meskipun DKI Jakarta memiliki akses informasi dan teknologi yang luas, masih banyak masyarakat yang terjebak dalam penawaran investasi ilegal. Total kerugian masyarakat akibat praktik investasi bodong selama delapan tahun terakhir mencapai Rp142,13 triliun.
Menurut Andes, peningkatan kasus investasi bodong banyak terjadi pada 2024 hingga pertengahan 2025, seiring maraknya penawaran investasi lewat media sosial dan aplikasi pesan instan. Modus yang sering digunakan di antaranya trading aset digital, robot trading, koperasi fiktif, hingga penipuan berkedok proyek pemerintah.
Berdasarkan survei OJK, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 66 persen, sedangkan tingkat inklusi atau penggunaan produk keuangan mencapai 80 persen.
“Masyarakat sering kali tergiur iming-iming keuntungan cepat tanpa memahami risiko yang ada,” kata Andes.
Ia menambahkan, tren gaya hidup juga berpengaruh terhadap maraknya kasus ini. “Banyak yang ikut investasi karena ikut-ikutan atau takut dianggap ketinggalan oleh lingkungan sosialnya,” tutup Andes. (Red)













