
Persepsinews.com, Samarinda – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadikan 25 November sebagai Hari Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan. Tujuan dari hari tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran akan fakta bahwa wanita di seluruh dunia menjadi korban pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga dan bentuk kekerasan lainnya.
Menyikapi hal tersebut Kepala DKP3A Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan, melalui peringatan ini pemerintah kedepan diharapkan mampu memanfaatkan momen dan terus berupaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dengan bersinergi bersama masyarakat.
“Bisa menurunkan angka kekerasan di Kalimantan Timur, jadi paling tidak semua element di masyarakat saling menjaga, mengawasi lingkup keluarga lingkungan secara umum agar kasus kekerasan tidak terjadi pada perempuan, harapannya kasus kekerasan menurun,” tutur Noryani di Kantornya Jum’at (25/11/2022).
Berbagai jenis kekerasan terhadap perempuan, antara lain kekerasan fisik, psikis atau secara verbal, dan seksual. Contoh kekerasan fisik adalah penganiayaan, kekerasan psikis atau secara verbal adalah perilaku intimidatif, dan kekerasan seksual adalah pemerkosaan.
Kekerasan terhadap perempuan dapat berdampak fatal berupa kematian, upaya bunuh diri dan terinfeksi HIV/AIDS. Selain itu, kekerasan terhadap perempuan juga dapat berdampak non fatal seperti gangguan kesehatan fisik, kondisi kronis, gangguan mental, perilaku tidak sehat serta gangguan kesehatan reproduksi.
Diakui Noryani, dalam upaya menurunkan tingkat kekerasan terhadap perempuan perlu adanya sinergitas antar pihak mulai dari tingkat terendah hingga atas. Pihaknya pun sebagai pemberi layanan perlindungan terus melakukan kinerja terbaiknya untuk masyarakat.
“Perlu sinergitas antar masyarakat dari RT sampai ke tingkat atas, yang penting itu pencegahannya, kalau kita menyediakan sarana pelaporannya,” ucapnya. (Ozn/ Adv DKP3A Kaltim)