Reaktualisasi Traditional Culture Di Era Millenial Lahirkan Generasi Berjiwa Nasionalisme

0
Elfrida Sentyana Siburian mahasiswa Ilmu Komunikasi, FISIP, Unmul.

Persepsinews.com – Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan sejarah sehingga tak heran jika terdapat banyak peninggalan sejarah yang ada sebagai bentuk dari adanya sejarah di masa lalu. Indonesia merupakan bangsa yang memiliki kekayaan melimpah sehingga tak jarang disebut sebagai surga dunia. Dari Sabang sampai Merauke tercatat ada lebih dari 17.000 pulau yang dihuni oleh 255 juta penduduk.

Dengan julukan sebagai negara maritim karena dikelilingi oleh banyak pulau, bahasa dan adat kebudayaan indonesai sangat banyak dan beraneka menjadi keunngulan bagi bangsa kita yang dari dulu selalu ingin direbut oleh bangsa asing.

Bhineka Tunggal Ika, itulah semboyan bangsa Indonesia yang dimaknai sebagai negara multikultural. Budaya yang berbeda menjadi salah satu keistimewaan tersendiri bagi bangsa Indonesia yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Dengan keragaman budaya, ras, agama, suku, bahasa, adat, tidak menjadi penghalang adanya kerukunan tetapi menjadi ke khasan dalam mengenal perbedaan dan menjadikannya sebagai bangsa yang sesuai dengan marwah pancasila.

Dengan budaya yang kaya tentu dipandang sebagai hal yang harus dijaga dan dilestarikan mulai dari generasi ke generasi. Pasalnya budaya identik dengan representasi identitas sebuah komunitas, sehingga budaya dan masyarakat harus menjadi satu kesatuan yang selaras dan budaya harus menjadi mesin pencatat yang setia.

Dengan kebudayaan bangsa Indonesia mampu untuk tetap berdiri dan bertahan di tengah perkembangan peradaban dunia. Keanekaragaman budaya yang dimiliki pun menjadi kekuatan tersendiri dalam mempertahankan jati diri bangsa.

Budaya adalah suatu warisan dari leluhur atau nenek moyang yang tidak ternilai harganya. Budaya Indonesia sendiri dikenal sebagai budaya yang unik dan menarik perhatian wisatawan asing untuk melihat keanekaragaman budaya kita.

Dari budaya pula tersimpan karakter, simbolisme, filosofi serta pandangan hidup masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi tentu menjadi tantangan tertentu bagi bangsa Indonesia khususnya dengan masuknya budaya luar yang menjadi tren di kalangan anak muda.

Yang harusnya dukungan teknologi membuat kalangan anak muda mampu bergerak dan mempromosikan budaya bangsa justru mengakses trend yang ada seperti meniru gaya Korea dan tak jarang lebih mencintai produk lain daripada produk sendiri. Masalah globalisasi dengan masuknya budaya tersebut seperti pedang bermata dua tergantung bagaimana cara menghadapinya. Inilah tantangan yang harus kita hadapi bersama dalam menjaga marwah nenek moyang kita zaman dahulu.

Hegemoni budaya asing telah mempengaruhi budaya lokal kita, mulai dari gaya hidup, musik, gaya berpakaian, bahkan sampai ke teknologi. Artinya sudah ada yang hilang di era milenial sekarang yaitu budaya lokal, sikap gotong royong bahkan sikap nasionalisme. Hilangnya budaya pada generasi milenial akan menjadi tsunami sosial sehingga ketika budaya mulai punah tentu akan menjadi sesuatu hal yang hilang dan musnah.

Dalam hal inilah dibutuhkan kecerdasan untuk mampu menyaring budaya budaya dari luar, yang jika positif dan sesuai nilai pancasila dan pantas dianut di negara Indonesia bisa untuk diadopsi dan ditiru. Tetapi jika tidak sesuai bahkan melenceng tentu harus bisa untuk menolak dan tidak mengadopsi.

Sebagai agen budaya kita harus mampu bersaing di tengah banyaknya budaya yang beredar saat ini. Generasi milenial Indonesia harus bangkit bergerak sesuai semangat yang akan mengusung warisan budaya luhur tinggalan leluhur. Kita harus mampu untuk berpikir kitis, membangun ide ide dari warisan budaya bahkan melihat kembali ke sejarah.

Ketika dulu Indonesia sudah menang melawan penjajah kini giliran kita menang melawan setiap penjajahan yang baru. Indonesia harusnya menjadi tuan rumah dan menjadi pioner dalam membangkitkan kekayaan yang ada.

Berbanggalah dengan adat yang ada, keanekaragaman yang ada, karena inilah identitas bangsa Indonesia. Jika Sukarno dalam pidatonya bernah mengatakan “perjuanganku lebih mudah karena harus melawan bangsa asing, tetapi perjuanganmu akan lebih susah karena harus melawan bangsamu sendiri” maka mari sama sama untuk berjuang untuk mengembalikan rasa cinta dan kita harus mampu untuk menaklukkan tantangan yang ada.

Untuk mewariskannya ke generasi mendatang kita harus mampu untuk berkompetisi agar kelak kita mampu untuk menceritakan kepada keturunan kita bahwa bangsa Indonesia harus tetap eksis dalam budaya, maju dalam pendidikan, dan tidak tertinggal dalam teknologi.

Inilah poin pentingnya yaitu rasa Nasionalisme yang tidak melupakan sejarah masa lalu dan harus bangga dengan identitasnya. Kita sebagai generasi milenial harus menghidupi marwah pejuang kita dan jangan tertindas oleh kemajuan yang ada. Kita harus tanamkan dan internalisasikan lebih dalam lagi rasa cinta budaya bangsa Indonesia.

“ Kreatifitas berpikir orang barat harus kita tiru,tapi ekses dari kebudayaan teknologis yang terlalu memanjakan kebinatangan, sebaiknya kita cegah sejak sekarang.Setiap badan perencanaan pembangunan harus melibatkan para agamawan, budayawan, negarawan, filosof, seniman,orang-orang kecil awam yang arif. Kita jangan hanya dipimpin oleh tender-tender” Ehma Ainun Nadjib

(Tulisan yang diterbitkan telah melalui penyuntingan redaksi tanpa mengurangi maksud pesan penulis. Semua materi tulisan merupakan tanggung jawab penulis).

Penulis Elfrida Sentyana Siburian, saat ini tengah menempuh perkuliah di Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.

Mahasiswi Semester 5 ini juga aktif di organisasi mahasiswa, diantaranya Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (HIMAKSI), Unit Kegiatan Mahasiswa Kajian dan Permberdayaan Masyarakat (UKM KPM), Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen (UKM PMK) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Fisip Samarinda.